Halaqah LBM NU Kadungrejo: dari Hukum Bekicot hingga Soal Upah Buruh

Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Ranting Kadungrejo, Baureno Bojonegoro, selalu rutin menggelar bahtsul masail setiap bulan. Untuk menjawab beragam persoalan masyarakat sekitar, dari sudut pandang fikih.
Berlangsung di altar kediaman Rais Syuriah Kiai Maulan, pada Rabu (07/05/2025) malam. Kali ini terdapat lima pertanyaan yang menarik untuk dijawab: hukum bekicot; siapa yang berhak menerima zakat fitrah; masa aktif jama’ qashar; siapa yang menjadi wali anak di luar nikah; dan mengenai upah buruh.
Acara yang diikuti puluhan peserta (musyawirin) ini dipandu oleh moderator Ustadz Adib Fahmi. “Mari kita mulai dengan pertanyaan (pertama). Apa hukumnya menjual dan mengkonsumsi hewan bekicot? Silakan dijawab musyawirin”, pandunya.
Setelah bertukar argumen antar peserta dengan ta’bir-nya masing-masing dari beberapa kitab. Kemudian disepakati bahwa mengkonsumsi bekicot (halazun) hukumnya adalah haram, alasannya karena menjijikkan (istihbats). Setelah itu, dipungkasi dengan bacaan Surat Al-Fatihah.
(Kedua) tentang siapa yang berhak menerima zakat fitrah. Kali ini terjadi silang pendapat antar musyawirin. Salah satunya Ustadz Qomari, ia berpandangan bahwa delapan golongan yang berhak itu hanya berlaku pada zakat mal.
“Untuk zakat fitrah, yang berhak hanya golongan fakir dan miskin” terang Pak Qomari, berdasarkan pada kitab I’anah al-Thalibin.
Sementara Ustadz Minan berpandangan lain, dengan landasan kitab al-Bajuri. Bahwa zakat fitrah juga boleh diterima oleh delapan golongan (ashnaf). “Selain kepada fakir dan miskin, juga boleh kepada ashnaf yang lain” jelasnya.
Setelah berdebat cukup alot, muncul pandangan dari Ustadz Muttaqin berdasarkan kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, yang menguatkan pendapat kedua. Sehingga disepakati bahwa, delapan golongan juga boleh menerima zakat fitrah.
Tentang hal ini, sebagaimana telah berlaku pada pola pembagian zakat fitrah di masjid-masjid setempat.
(Ketiga) mengenai berapa lama masa aktif jama’ qashar. Berpedoman pada kitab I’anah al-Thalibin Juz 2, Ustadz Mufid menerangkan batasannya hingga empat hari jika tidak ada niat untuk mukim. “Apabila melewati empat hari maka tidak boleh” terangnya.
Pandangan ini ditandaskan kembali oleh Ustadz Malik dengan ta’bir dari kitab Bushro al-Karim, dengan beberapa perincian (tafshil).Ringkasnya musyawirin menyepakati bahwa batas kebolehan sholat jama’ qashar pada umunya adalah empat hari.
(Keempat) soal siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi anak perempuan di luar nikah. Dan tak memerlukan waktu yang lama, musyawirin sepakat bahwa yang menjadi wali adalah hakim.
Sebagaimana keterangan dari Kiai Muntaha, mengutip pendapat al-Syarqawi. “Anak yang berstatus demikian itu harus diwalikan seorang hakim” tegasnya. Lantas Ustadz Minan menambahkan, bahwa ini juga berlaku bagi anak yang sah tetapi walinya hilang. “Kalau bapaknya tidak ditemukan keberadaannya, maka juga boleh diwalikan hakim”, terang Pak Minan.
(Kelima) mengenai bagaimana menggaji pekerja pada akhir bulan, mengingat ada hadis yang berbunyi: berikanlah upah kepada buruh, sebelum keringatnya kering.
Di dalam ta’bir yang dipaparkan Ustadz Minan, bahwa seorang majikan haram menunda upah buruh selagi ia mampu membayarnya. “Kalimat ‘sebelum keringatnya kering’ adalah sebuah kinayah (sindiran), untuk mewajibkan mengupah buruh setelah bekerja”, pungkasnya.
Dan musyawirin lantas menyepakatinya. Dalam artian, bahwa seorang majikan harus menggaji buruhnya secara tepat waktu. Baik harian, mingguan, maupun bulanan, sesuai kesepakatan kedua pihak.
Halaqah berlangsung hingga hampir tengah malam. Walaupun demikian, tak melunturkan sama sekali semangat segenap peserta LBM NU. Dengan kredo “pantang pulang sebelum masalah terjawab dengan tuntas”. (Irur)

 
                      
Mantab LBMNU